YUSAK dan Tri bisa dibilang pasangan idaman. Keduanya sangat serasi dalam banyak hal. Bahkan tak sedikit yang patah hati ketika mereka menikah. Sayang, kehadiran wanita, wanita, dan wanita membuat keharmonisan dua sejoli ini ambyar. Cinta pun berubah jadi benci.
**
Malam-malam, sebelum adzan Isya, mendadak Tri kedatangan dua tamu. Kesemuanya pria muda. Dan cakep.
“Ada Neri?” kata salah satu pemuda.
“Gak ada. Neri di Jakarta,” jawab Tri yang kebetulan membukakan pintu rumah.
Tri mengenal pemuda itu teman sekolah kakakku. Namanya Beni. Sementara yang seorang lagi, aku tak mengenalnya.
Tapi Tri tahu betul jika pertanyaan soal Neri itu hanya sebuah modus. Sebab, ayuk Tri pernah bercerita jika Beni sering menitipkan salam untuknya.
Tak lama, seorang pemuda lagi menyodorkan tangannya ke arahku. “Yusak..” katanya.
Tri menyambut tangannya dan balas menyebut namanya. ‘Tri..”.
Itu lah kali pertama Tri bertemu Yusak. Pemuda yang kemudian memberikan banyak kenangan manis sekaligus pahit dalam hidupnya.
Dan benar saja. Ketika tahu Neri tak berada di rumah. Toh keduanya tetap tidak langsung pamit pulang. Beni memilih duduk dan ngobrol.
Beni memang sudah lama naksir Tri. Namun ia tak punya keberanian untuk datang sendiri. Itulah makanya ia mengajak Yusak, agar kunjungannya malam itu bisa lebih luwes dan tak mati omongan.
Sebelum pulang pukul 21.00 WIB, Beni sempat menanyakan nomor telpon.
Dan Tri polos saja memberikan angka-angka nomor rumah. Siapa kira nomor yang Tri berikan lisan itu juga direkam dalam kepala Yusak.
Sehari kemudian, telpon berdering.
“Bisa bicara dengan Tri?” katanya.
“Saya sendiri. Dengan siapa ini?” kata Tri.
“Ini Yusak. Yang kemaren datang,” katanya.
Tri mengerenyitkan dahi. “Bukankah pria ini mengawani kawannya semalam,” batinnya.
Tapi Tri tak mau ambil pusing. Ia belum begitu peduli jika Yusak, tipikal teman yang tega mengkhianati teman. Ketika itu Tri masih biasa saja menanggapi kedua pemuda itu.
*
Dan ternyata Yusak sangat lebih agresif ketimbang Beni yang pemalu. Hampir tiap hari ia menelpon. Ngajak jalan, makan hingga nonton. Sementara Beni lambat laun menghilang. Tampaknya ia tahu ‘pengkhianatan’ temannya dan memilih untuk mundur, tanpa usaha untuk bersaing.
Dan Tri oke saja. Sebab, ia memang tengah menjoblo. Tak masalah siapa saja yang mendekat sepanjang ia sopan dan beritikad baik.
Dalam prosesnya, ternyata Yusak memang benar-benar menunjukkan jika ia serius.
“Apa gak bosan dia tiap hari datang ke sini Tri,” kata Ayah, waktu itu.
Tri tersipu. Dan menjawab pertanyaan ayah dengan gelengan kepala. Malu.
Namun ayah ternyata tak melarang. Apalagi pria yang mendekati anaknya cukup sopan. Dan ayah tahu, puterinya bukan lagi anak-anak yang pasti bisa membawa dan menjaga dirinya.
Dan semakin hari, hubungan Tri dan Yusak pun semakin dekat.
“Mau gak jadi pacar saya?” kata Yusak suatu hari.
Dengan wajah merona merah, Tri mengangguk.
Tri yang dulu cuek, belakangan mulai menyukai pria itu. Ia bahkan mulai gelisah ketika tak ditelpon dalam sehari. Sedikit demi sedikit ada cinta di dalam hatinya untuk Yusak.
Ketika resmi ‘jadian’, Yusak dan Tri tak ubahnya perangko dan amplop. Selalu nempel di mana tempat. Mereka sangat serasi. Yang wanita berparas ayu mempesona, sementara yang pria gagah.
Keluarga Broken
Beberapa bulan sebelum melangsungkan pernikahan, Tri mulai dikenalkan dengan keluarga Yusak. Dan mulailah ia mengetahui jika Yusak sesungguhnya berasal dari keluarga broken.
Ketika itu kedua orangtuanya tengah ‘perang’ besar. Ibunya sedang kalang kabut karena sang ayah diam-diam berselingkuh dengan seorang janda beranak dua.
Ibunya mendesak Yusak untuk segera menikah. Berharap pernikahan itu dapat menyadarkan ayahnya yang tengah mengalami puber kedua.
Meski sadar keluarga Yusak jauh berbeda dengan keluarganya. Namun di mata Tri, Yusak sangat berbeda. Ia memiliki kepribadian yang stabil. Juga sangat perduli keluarga. Tidak seperti adik-adiknya yang ‘masa bodo’.
Dan yang pasti, Yusak adalah cowok keren, sudah bekerja dan tidak pelit. Yang Tri dengar, cukup banyak wanita yang naksir dan kirim salam. Dan Tri tahu, ia cukup beruntung mendapatkan cowok yang diidolakan banyak wanita itu.
Yusak juga tak hanya care pada keluarganya. Pada keluarga Tri juga ia sangat perduli. Khususnya pada ibu dan ayahnya. Pertimbangan-pertimbangan itu lah yang membuat Tri mantap menerima ajakan Yusak menikah di akhir Desember 1994.
**
Lima tahun pernikahan merupakan tahun-tahun yang sempurna buat Tri. Sebagai suami, Yusak sangat perfect. Selalu bersikap tenang dan tak gampang emosi.
Ketika anak pertama lahir di tahun berikutnya, Yusak juga menunjukkan jika ia merupakan ayah yang baik. Sebelum berangkat kerja, ia tak sungkan memandikan anaknya, mengganti popok atau menyuapkannya makan.
Di tahun 1999, Yusak pernah mengalami masalah dengan pekerjaan. Krisis moneter yang berkepanjangan di tahun-tahun itu membuatnya terpaksa out dari pekerjaan.
Tapi beruntung, dalam waktu tak lama, ia kembali mendapatkan pekerjaan baru. Dan di tempat kerja baru ini lah, kehidupan ekonomi rumah tangga mulai beranjak naik.
Walau isterinya bukan tipikal matre dan malas, Yusak memperlakukan Tri seperti ratu di rumah. Ia tak ingin melihat Tri lelah dan bahkan menyediakan dua asisten rumah tangga. Satu untuk mengurusi anak dan rumah tangga, sementara satu lagi khusus untuk cuci dan gosok.
Dan kesuksesan belum berhenti. Setelah membeli rumah, Yusak juga membeli sebuah mobil.
Ia juga memberikan sebuah ponsel genggam pada Tri, alat komunikasi yang ketika itu masih langka di masyarakat.
Tri sangat bersyukur atas semua yang didapatnya dari Yusak. Sebab, yang ada sekarang melebihi ekspektasi dari keinginan rumah tangga sederhana dan bahagia yang diidamkannya sejak dulu. Sesungguhnya, cintanya tetap besar meski suaminya itu tak membelikannya barang-barang mewah.
**
Surat Kaleng
Dua tahun setelah anak kedua lahir, sebuah surat tiba-tiba datang ke rumah Tri melalui seorang tukang pos. Pengirimnya seorang wanita.
Yang Tri heran, surat itu ditujukan untuknya.
Dengan rasa heran campur penasaran, Tri membukanya. Isinya tak panjang namun cukup buat jantung Tri berdegub kencang.
Intinya, perempuan itu mengaku ‘simpanan’ suaminya. Dan setelah berbulan-bulan berhubungan, ia menuntut tanggungjawab atas perutnya yang tengah hamil.
“Apa benar ini?” batinnya.
Sepulang dari kerja, Tri menodong suaminya. Konfirmasi atas kebenaran dari surat itu.
Yusak terlihat agak kaget. Matanya mendelik. Namun, beberapa saat ia seperti bisa menguasai hatinya yang bergemuruh.
“Mungkin dari saingan kerja. Iri dengan posisi saya yang basah,” dalihnya.
Tri terdiam membisu. Penjelasan Yusak ada benarnya. Dan dia tidak bertanya lagi.
Selama pernikahan, Tri memang menaruh kepercayaan yang besar pada suaminya. Saking percayanya, Tri bahkan tak pernah mengusik privasi suaminya, baik telpon genggam atau yang lainnya.
Ia bukan wanita glamour dan selalu mensyukuri apa yang sudah dibelrikan suaminya. Ia tak pernah protes meski hampir sepekan sekali Yusak ke mall untuk beli baju baru. Tak protes walau hampir setiap bulan sekali ia mengganti ponsel dengan merk terbaru.
Tri juga tak menaruh prasangka buruk jika suaminya pulang larut malam, bahkan pagi dinihari. Terkadang, sesekali waktu ia tak pulang karena alasan kerja keluar kota.
Yang Tri tahu, suaminya memang tengah sibuk mengejar kuliah extention di salah universitas swasta. Sedang untuk urusan luar kota, Tri tak banyak bertanya. Bukan masa bodo. Tapi lebih pada keyakinan bahwa suaminya orang yang baik dan tak mungkin bertingkah aneh-aneh.
*
Ketika menerima surat kaleng itu, kehidupan ekonomi rumah tangga Tri dan Yusak sesungguhnya mulai memburuk. Uang dapur yang biasanya lancar, mulai tersendat-sendat.
Suatu hari, saat akan mencuci, Tri menemukan secarik kertas berisi peringatan di kantong celana suaminya. Surat itu berisi ancaman dari tempatnya bekerja.
Ternyata, Yusak memakai uang perusahaan untuk keperluan pribadinya. Ada banyak uang klien yang tak disetor. Dan jika tak diselesaikan maka masalah itu akan diproses hukum.
“Lagi ada masalah di kantor,” ucap Yusak menjawab pertanyaan isterinya.
Keuangan yang mulai sulit memaksa Tri berhemat. Ia terpaksa memberhentikan asisten rumah tangganya. Dan mengerjakan sendiri seluruh urusan rumah.
Tak lama kemudian Yusak menjual mobilnya. Dan atas persetujuan Tri, rumah pun ikut dilego.
Dengan sangat berat hati, Tri kembali ke rumah orangtuanya, membawa suami dan dua anaknya.
**
Di waktu subuh, saat suaminya tertidur, entah kenapa Tri seperti didorong untuk membuka ponsel suaminya. Suatu hal yang tak pernah dilakukannya selama 7 tahun pernikahannya.
Dibukanya fitur massage. Di kotak ‘inbox’ ia lihat banyak pesan. Dibukanya yang paling atas.
Dan isi SMS (short massage service) itu bikin matanya mendelik. Jantungnya serasa akan meledak.
‘Pah, kamu sudah mulai gak care sama saya!!” Begitu isinya.
Emosi Tri naik ke ubun-ubun. Bagaimana mungkin wanita pengirim SMS sudah berani memanggil suaminya ‘Papah”.
“Tak mungkin ada asap jika tak ada api,” batinnya.
Dibangunkannya Yusak yang masih terlelap tidur.
“Siapa perempuan ini?” kata Tri dengan nada tinggi.
Yusak yang masih mengantuk dengan malas-malasan menjawab, “Cuma orang iseng. Gak usah dipercaya. Ngapain sih buka-buka hape saya.”
Saat menjawab itu, Tri merasa ada getaran dalam nada suara Yusak. Seperti kaget bercampur cemas.
Kali ini, entah kenapa, jawaban Yusak tak membuat Tri percaya. Jika selama ini ia percaya suaminya 1000 persen, dan tak banyak tanya, tapi subuh itu tidak.
Ia kembali bertanya dengan nada tinggi.
“Siapa perempuan ini?” katanya.
Melihat suaminya gelagapan, emosi Tri semakin menjadi. Dan ia kehilangan kendali.
“Prang…” Ia lempar sebuah guci kecil ke arah suaminya. Tak kena dan pecah mengenai tembok.
Guci berikutnya menyusul. Piring. Terus melayang ke tubuh Yusak yang seperti melongo, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Isterinya yang biasanya lembut berubah jadi seperti monster.
Tapi marah Tri belum berhenti. Ia terus berteriak-teriak histeris. Dipukulnya Yusak berkali-kali. Mengenai badan dan wajahnya.
Rumah pun geger. Ayah dan ibu Tri yang baru selepas sholat datang melerai.
Tapi Tri tetap beringas. kalap. Ia pergi ke dapur, mengambil pisau dan kembali ke kamar. Dihunusnya pisau tajam itu ke tubuh suami yang sudah terpojok di balik pintu.
Ayah Tri bergerak menahan kekalapan Tri. Dibantu oleh Ivan, adik laki-lakinya yang juga terbangun mendengar keributan di pagi itu.
Tri dibawa ke kamar ayah. Berusaha diredakan. Tapi Tri seperti tengah kerasukan. Hatinya kecewa. Sakit teramat dalam.
Marah dan sedih bercampur aduk. Ia merasa sangat bodoh. Kepercayaan dan kepolosannya selama ini ternyata telah disalahgunakan.
Ia terus berteriak dan menjerit.
“Sudah nak…,” begitu kata ayah sambil menangis.
Itu lah sepanjang hidupnya, Tri melihat ayahnya yang biasanya tegar dan tabah, menangis.
**
Sepandai kancil melompat pasti akan jatuh juga. Begitu juga dengan Yusak. Ia yang selama ini pandai menyembunyikan skandalnya dengan wanita akhirnya terbongkar.
Di pagi itu, usai keributan, ia akhirnya mengakui telah berselingkuh.
“Pokoknya aku mau cerai!!” kata Tri mendengar pengakuannya.
Yusak diam saja ketika itu. Keluarga besar juga menentang keras permintaan Tri.
“Kasihan anak-anak,” kata Ibu.
*
Pemicu perubahan pada diri Yusak semua karena wanita dan dunia malam. Wajah ganteng dan kantongnya yang tebal saat itu memudahkan ia memikat banyak kaum hawa.
Lepas dari satu wanita, ia beralih ke wanita lain. Salah satu yang berhasil dipikatnya adalah Anita.
Wanita ini sebenarnya merupakan isteri simpanan seseorang.
Anita tak cuma cantik tapi juga licik dan serakah. Ia punya cara untuk membuat Yusak rutin mengirimkan uang bulanan, termasuk perhiasan.
“Kalau kamu gak membelikan saya kalung, saya akan kirim surat ke isteri kamu. Saya akan jelaskan siapa saya pada dia,” ancamnya pada Yusak.
Yusak sangat gelisah dengan ancaman itu. Tapi kondisi keuangannya tengah hancur. Ia bahkan akan dipecat karena tak mampu melunasi uang klien yang dipakai untuk keperluan pribadinya. Salah satunya untuk memanjakan wanita selingkuhannya.
**
Kegemaran Yusak bermain perempuan ternyata tak juga hilang pasca keributan besar di dalam rumah tangganya.
Tri yang mulai tak percaya sesekali membuka ponsel suaminya secara mendadak. Dan ia menemukan fakta jika suaminya masih bermain gila diluaran sana dengan wanita lain.
Keributan kembali terjadi. Ia marah sejadi-jadinya. Hilang sudah rasa hormatnya.
Yusak yang tertangkap basah tak membela diri. Ia diam membisu.
“Pergi kamu dari sini,” kata Tri.
Dan sesudahnya Tri hanya bisa menangis. Ia mulai merasakan kehilangan pria yang dulu dicintainya.
Yusak yang dulu bahkan tidak mengenal rokok, berubah total dan buruk laku. Ia suka kelayaban, ‘dugem’ diskotik. Bahkan kemudian akrab dengan pil ekstasi.
Padahal saat itu ia sudah dipecat dari perusahaannya. Dan otomatis biaya hidup isteri dan anak-anak ditanggung oleh mertuanya.
Kelakuan Yusak membuat Tri malu pada keluarganya.
Meski begitu, Tri masih terpikir dua puteranya. Ia sangat khawatir perkembangan mental anaknya akan terganggu jika mereka benar-benar bercerai. Bagaimanapun Yusak adalah ayah dari anak-anaknya.
Dipaksa hatinya untuk bertahan. Berharap kebarannya akan berbuah hidayah pada diri Yusak.
Ketika sejenak kemarahannya reda, Tri mendesak Yusak membawa dirinya dan kedua anaknya pindah ke rumah orangtua Yusak.
“Siapa tahu dengan pindah ke rumah orangtuanya, dia akan lebih betah bersama isteri dan anak-anaknya. Lebih takut bermain gila,” batin Tri waktu itu.
Tapi sangkaannya ternyata salah. Di rumah orangtuanya sendiri, Yusak malah semakin menjadi-jadi. Ia sering pergi tanpa alasan jelas, dan bahkan pulang di waktu pagi.
Tri malah menemukan fakta baru jika suaminya punya cewek baru. Perempuan yang memiliki hobi sama dengan suaminya, “dunia malam!”.
Tri menangis. Ia seperti kehabisan akal. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya untuk memperbaiki keadaan. Mengembalikan suaminya seperti dulu ternyata hanya seperti mimpi yang tak jadi nyata.
“Saya pulang (kerumah orangtua). Saya bawa anak-anak. Dan saya tak ingin kamu ikut,” katanya pada Yusak via SMS.
*
Setahun sudah Tri dan Yusak ‘pisah ranjang’. Waktu yang cukup lama untuk mengoreksi diri. Namun selama waktu itu, Yusak seperti tak terlihat ada upaya untuk memperbaiki dirinya.
Ia seperti acuh tak acuh pada perkembangan kedua putranya.
“Dan sabar itu ada batasnya”. Tri akhirnya mantap membuat gugatan cerai ke Pengadilan Agama.
Orangtuanya yang awalnya menentang, mulai pasrah. Mereka sadar tak lagi dapat berupaya menyelamatkan pernikahan anaknya sepanjang keduanya tak sama-sama punya itikad yang kuat untuk mempertahankan rumah tangganya.
“Tri gak bisa terus hidup seperti ini Ibu,” katanya. “Ini adalah jalan keluar yang terbaik. Untuk kami dan anak-anak,” tambahnya.
Setelah melalui rangkaian persidangan yang panjang, Tri dan Yusak akhirnya resmi berpisah di tahun 2005. Pasangan yang dulu membuat iri banyak orang itu akhirnya resmi berpisah. (ilo)

GIPHY App Key not set. Please check settings