SUNGGUH merupakan sesuatu hal yang aneh ketika tiba-tiba seluruh pikiran dan anganku hanya tertuju padanya, pemuda sebelah rumah.
Hampir tiap malam aku mengingatnya, dan bahkan kadang memimpikannya di saat tidur. Dan aku bahkan tak kuasa menolak, saat ia bersama keluarganya datang melamarku.
Fredi, bukanlah tipikal pemuda idaman. Wajahnya biasa saja. Ia bahkan tak punya backing pekerjaan bagus yang bisa memberi jaminan hidup untukku dan kedua anakku. Ia juga bukan dari keluarga yang kaya. Tapi entah kenapa, saat itu, aku tak sanggup menolak cintanya.
Aku seorang janda. Berpisah dengan suamiku terdahulu karena tak tahan dengan kelakuannya. Pria penghobi selingkuh. Tak sekali dua kali ia kupergoki bersama wanita cantik. Dan yang terakhir, ia bahkan terang-terangan membawa perempuan itu ke rumah kami. Gila!
Lewat sidang di Pengadilan Agama, kami akhirnya resmi berpisah, dan anak-anak tetap ikut bersamaku.
Tiga tahun menjadi single parent bukanlah hal yang ringan. Aku pun harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan kami. Sebab, faktanya, mantan suami lepas tangan dari kewajibannya menafkahi anak-anaknya. Ia seperti sibuk dengan dunianya sendiri. Dengan wanita selingkuhannya.
**
Sesungguhnya aku tak mematok target pada pria yang tertarik melamarku. Tapi maaf, Fredie sama sekali tidak masuk dalam kriteria. Selain masih muda, kekanakkan dan tak punya pekerjaan layak, ia juga temperamen. Gampang marah dan kasar.
Tapi akhirnya kami jadi juga menikah. Aku juga merasa bingung, kenapa aku tak bisa menolaknya.
Seperti sudah kuduga sebelumnya, perjalanan rumah tangga kami berjalan tidak harmonis. Hanya beberapa bulan, Fredie menunjukkan watak aslinya. Dia gampang sekali marah. Kadang untuk yang sepele, dia marah dengan kata-kata kasarnya.
Kehidupan ranjang kami juga tak begitu kunikmati. Fredie terlalu cepat selesai. Saat sekejap aku mulai menikmati, dia sudah terkulai lemah. Dan aku merasa gila, tersiksa sendiri dengan kepuasan kebutuhan biologis yang tak pernah kudapat darinya.
Kehidupan ekonomi kami bertambah sulit saat Fredie keluar dari pekerjaannya. Pandemi Covid-19 yang panjang membuat ia kehilangan pekerjaan.
Fredie mencoba mengais rezeki dengan menjadi driver ojol. Namun penghasilannya yang tak tetap membuat aku terpaksa harus banting tulang untuk memenuhi kebutuhan dapur, mencicil biaya kontrakan rumah hingga yang lain-lainnya.
Entah karena aku terlalu memporsir tubuhku atau pikiranku yang kusut, aku mudah sekali sakit.
Suatu hari ketika aku sakit, seorang wanita tua kuminta datang untuk mengurut tubuhku. Dan dari wanita tua ini, sebut saja namanya Mbah Pur, kecurigaanku pada guna-guna suamiku semakin menguat.
Mbah Pur tidak terus terang mengatakan ada semacam pelet di tubuhku. Tapi dia memberi semacam ilustrasi yang membuat aku bertambah yakin bahwa pernikahan kami, ketidaksanggupanku menolak cinta Fredie dahulu adalah karena pelet. Ilmu hitam pemikat hati wanita.
Setelah menyadari semuanya, beberapa kali kuniatkan untuk memilih bercerai. Apalagi kedua anakku, yang kini sudah tumbuh besar, juga meminta aku menceraikan Fredie.
Anak-anak berpendapat, kehadiran Fredie tak memberi dampak pada rumah tangga kami. Ekonomi tetap aku yang menanggung. Begitu juga dengan biaya sekolah anak-anak. Maaf, bukan karena tidak bersyukur, faktanya ia bahkan nyaris tak membantu meringankan. Bahkan membuat segalanya bertambah ruwet.
Beberapa kali aku konsultasikan ini pada seorang ustadzah. Dan ia menyarankan aku untuk terus bersama Fredie hingga ia sendiri yang nantinya memutuskan untuk memisahkan kami.
Hingga saat ini, kukuatkan hati. Kumantapkan langkah untuk terus bersama Fredie meski hati ini menangis. (**)

GIPHY App Key not set. Please check settings