JAKARTA – DPR mendesak pemerintah mengevaluasi sistem zonasi penerimaan peserta didik baru atau PPDB, karena rentan praktik sogok-menyogok hingga jual-beli kursi.
“Evaluasi total (zonasi PPDB), karena sampai ada tipikor (tindak pidana korupsi) di sini, ada sogok-menyogok demi memasukkan anaknya ke sekolah tertentu, jual beli surat pernyataan, jual beli kursi,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih dilansir detikcom, Selasa (1/8/2023).
Fikri mengatakan pemerintah daerah, selaku pelaksana utama PPDB, juga harus lebih bijak dalam menerima arahan dari pemerintah pusat.
Ia mencontohkan proses PPDB pada salah satu wilayah di Yogyakarta yang juga berkisruh namun dapat dicegah agar tidak menciptakan kisruh yang lebih besar lagi.
“Daerah harus bisa mandiri, seperti yang di Yogyakarta itu, ada sebuah kearifan lokal yang disentuh. Mereka menerapkan zonasi namun menciptakan juga kebijakan sendiri yang sesuai dengan keadaan. Ketika keduanya disandingkan, akhirnya menyelesaikan kisruh zonasi,” ucapnya.
Fikri mengatakan sebetulnya sistem zonasi PPDB ini bagus demi para siswa bisa sekolah di tempat terdekat. Namun, dia menyebut kebijakan ini jadi kacau lantaran belum meratanya pendidikan di semua sekolah di Indonesia.
“Zonasi ini menarik karena dengan adanya sistem ini, masyarakat tidak perlu sekolah di tempat yang jauh. Masyarakat jadi lebih hemat karena bisa meminimalisir biaya transportasi,” ucap Fikri.
“Kita lihat masih banyak masyarakat yang berusaha untuk memperebutkan sekolah tertentu meskipun sudah diterapkan zonasi. Tandanya hingga saat ini, tidak ada progres untuk menciptakan jalan menuju penyetaraan pendidik di semua sekolah,” lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Fikri menyinggung grand design pendidikan yang digawangi oleh Kemendikbud Ristek.
Ia menduga masifnya carut marut pelaksanaan PPDB disebabkan oleh tidak jelasnya rencana pendidikan sebagai penentu arah kebijakan.
“Pendidikan dibangun dengan sistem yang jelas, untuk itu kita dorong mereka (Kemendikbud) agar bikin rencana yang pasti. Akhirnya mereka buat Peta Jalan Pendidikan 15 tahun, alih-alih grand design pendidikan yang semestinya berlaku 25 tahun (agar menjadi rencana yang berkelanjutan),” tutur Fikri. (dtc)
GIPHY App Key not set. Please check settings