Sampai di dapur, Tika duduk dengan nafas terengah-engah.
‘Kenapa Ka?” kata Mas Danu
“Anu mas..itu,” katanya.
‘Anu apa?” katanya lagi.
“Di atas…”
‘Ya, di atas kenapa Ka?” kata Danu semakin penasaran.
“Aku lihat dua laki dan satu perempuan di kamar. Mereka lagi itu,” kata Tika tanpa memberitahu Danu jika ia mengenal wanita yang melayani dua pria itu.
Danu tersenyum. Namun, ia tak memberi komentar pada cerita itu.
“Cair ya kamu,” kata Danu sambil tersenyum.
“Cair apa mas,” jawab Tika.
“Cair lah bisa lihat adegan langsung,” ujarnya dengan tawa tergelak.
Tika tersenyum malu. Belum pernah ia melihat hal seperti itu sepanjang hidupnya. Sebagai gadis yang baru tumbuh, pikirannya menerawang dengan sejumlah pertanyaan menggelayut di kepala.
“Siapa pria yang membuka pintu tadi? Apa perannya di dalam kamar? Apakah ia ikut bercumbu, bertiga sekaligus atau hanya menonton?”.
Lamunannya tentang si wanita di dalam kamar juga tak kalah panjang. Bagaimana mungkin wanita yang dikenalnya baik dan ramah itu bisa ada di dalam kamar bersama dua pria sekaligus. “Apakah ia seorang penjaja seks?”
Tika teringat lagi pesan papa-nya sebelum berangkat. Dan dia mulai mahfum dengan pesan itu. “Tak semua orang yang terlihat baik, punya prilaku yang baik. Telaah lah dengan bijak.”
**
Tak terasa hampir dua bulan sudah rombongan siswi melakukan praktek kerja lapangan di hotel xx. Tiga hari menjelang berakhirnya tugas, Danu, waiters yang pendiam itu secara tiba-tiba membuka sebuah tabir yang selama ini menggelayut di kepalanya.
“Sebenarnya ada satu kamar (di hotel ini) yang tak boleh dimasuki. Kamar itu terlarang buat pengunjung,” kata Danu saat mereka sedang berada di dapur.
Tika terperanjat heran. Ia lihat dalam-dalam wajah pria itu. Kenapa tiba-tiba pria ini bercerita soal mistis.
“Sebenarnya saya tak ingin bercerita ini kepada siapa pun. Tapi saya melihat kamu agak berbeda dengan teman-teman yang lain,” terusnya.
Tika membatin. Bagaimana lelaki ini seperti mengetahui isi hatinya selama hampir dua bulan ini.
“Maksud Mas Danu, kamar yang itu?” kata Tika sambil menyebutkan angka.
Ia mengangguk.
“Kenapa mas dengan kamar itu?”
Yang ditanya menggeleng. Entah kenapa, ia seperti menyesali apa yang sudah diucapkannya.
“Saya gak mau bahas lagi,” katanya.
“Kamu jangan cerita-cerita sama siapapun ya soal ini,” ujarnya dengan tatapan mata tajam seolah mengancam.
Tika terdiam. Pernyataan itu seolah menjadi jawaban dari keheranannya selama ini. Dan itu membuat rasa ingin tahunya soal kamar itu bertambah besar.
“Kenapa dilarang? Siapa yang melarang?. Ada apa di sana?” batinnya.
Faktanya, Tika selalu merasakan sesuatu yang aneh jika melintas di depan kamar itu. Bahkan saat melihat pintunya saja sudah bikin bulu kuduk berdiri. Seolah ada yang memperhatikannya setiap kali ia lewat.
Tapi Danu sepertinya memang tak ingin membahas itu lagi. Ia ngeloyor pergi ke bagian belakang. Entah apa yang dilakukannya di sana.
“Kalau ada orderan, kasih tahu saya ya,” katanya sambil berlalu.
**
Keesokan hari, selepas magrib, seorang pria di kamar lantai III minta diantarkan makanan.
“Kamu bisa gak nganter ini ke atas?” kata Heri.
“Berani gak?” katanya lagi.
Tika tersenyum kecut. Sebab, kamar yang order makanan berada di lantai yang sama dengan kamar terlarang. Dan ia bahkan harus melewatinya.
Membayangkan akan lewat di sana, Tika sudah bergidik jerih. Apalagi ini malam hari. Sebab, suasananya jauh lebih berbeda di banding siang. Namun untuk bilang takut pada Heri, ia rasanya malu.
“Iya mas, biar coba saya antar,” jawabnya.
Naik lift Tika menuju atas. Lift dari dapur bisa langsung menuju ke lantai atas.
Sampai di atas, dimantapkan kakinya untuk terus mendorong troli makanan ke kamar yang dituju. Terlebih ketika melewati depan kamar terlarang.
Ada desiran angin saat ia melewati pintu. Dan seperti yang sudah-sudah, Tika merasa ada sosok yang memperhatikannya. Sosok yang tidak terlihat.
Dibacanya beberapa ayat suci saat bulu kuduknya serasa berdiri.
Selepas mengantarkan makanan, Tika kembali bergegas untuk turun. Kegalauan tetap dirasakan saat melintas pintu kamar terlarang. Bahkan terasa lebih kencang dari sebelumnya.
Pintu lift terbuka. Cepat saja ia memencet tombol turun. Namun, baru saja bergerak sedikit, tiba-tiba lift itu mati mendadak. Bersamaan dengan itu lampu di ruangan lift juga ikut padam.
Di kegelapan sesaat itu, Tika merasakan ada kehadiran sosok perempuan di dalam lift. Berdiri hanya sekitar dua langkah di sampingnya.
Keringat mulai terasa dingin. Ia tak tahu harus berbuat apa. Sebab, itu kali pertama ia mengalami peristiwa lift mati. Sendirian pula. Ia terus membaca dan membaca ayat suci. Dan ketika lampu hidup beberapa detik kemudian, sosok itu tak ada.
Meski lampu menyala namun lift tak juga hidup.
Tika mulai limbung. Lututnya terasa sangat berat. Ia dicekam ketakutan yang amat sangat.
“Tolong, saya tidak ganggu kamu. Kamu jangan ganggu saya,” katanya seraya matanya melihat seluruh lift.
Selesai mengatakan itu, lift tiba-tiba kembali hidup.
Tanpa menunggu lama, spontan Tika memencet tombol turun, yang langsung mengarah dapur.
Tapi ia kembali dibuat terkejut. Karena, saat pintu terbuka, lift ternyata justru berada di lantai atas, lantai dimana kamar terlarang itu berada.
Tika bertambah panik. Ia pencet lagi tombol menuju bawah. “Bismillah ya Allah” katanya.
Kali ini berhasil. Lift bergerak turun ke bawah.
Dicengkam ketakutan seperti itu, tak ada yang bisa dilakukannya. Ia pasrah, menyerahkan nasibnya pada Yang Kuasa.
*
Tika terduduk lemas di dapur dengan wajah pucat.
“Kenapa Ka?” kata Heri. “Kok wajah kamu pucat gitu,”
Belum lagi ia menjawab pertanyaan Heri, Tika melihat sekelebatan sosok halus di depannya. Sosok itu kemudian bergerak berputar menuju belakang tubuhnya.
Kemudian Tika merasa leher dan pundaknya di bagian belakang seperti diusap seseorang. Tangan itu terasa dingin.
Tika mendadak kehilangan kesadaran. Lulutnya seperti tak mampu lagi menopang tubuhnya yang mungil. Ia pingsan dan nyaris terjatuh jika Heri tak bereaksi cepat memegang tubuhnya.
Di antara sadar dan tidak, Tika melihat sosok perempuan berambut panjang sepinggang di luar jendela, berpakaian serba putih dan duduk membelakanginya.
*
Ketika siuman lima menit berselang, Tika melihat banyak orang mengerumuninya. Danu, Heri, Leni dan Mbak Wulan.
Mereka semua terlihat panik. Mbak Wulan berulangkali memberi minyak kayu putih di bagian leher dan hidungnya.
“Minum dulu dek,” katanya.
Dengan susah payah, Tika meneguk air di dalam gelas.
“Kamu kenapa dek?” kata Wulan.
“Gak apa-apa mbak. Kayaknya masuk angin aja..” kata Tika.
Ia memilih untuk tidak menceritakan kejadian menyeramkan yang dialaminya. Gangguan di lift hingga penampakkan sosok perempuan.
Hanya Danu yang melihatnya dengan tatapan aneh. Namun pria itu juga tak berkomentar apa-apa.
**
Tika tak hadir saat seluruh siswi PKL berpamitan pada seluruh karyawan hotel xx. Sejak kejadian itu, kondisi fisiknya terus menurun.
Gangguan di lift dan penampakan perempuan terus terbayang bahkan setelah ia tak lagi PKL di hotel xx. Kadang di saat tidur, sosok itu serasa hadir.
Berulang kali perempuan itu hadir dalam mimpinya, menampakkan wujudnya tanpa pernah memperlihatkan wajahnya.
Melihat puterinya mengalami demam yang tak kunjung turun, keluarga memutuskan membawa Tika menjalani perawatan medis di rumah sakit.
Dan ia baru keluar perawatan setelah hampir lebih dari seminggu menjalani opname.
“Ada yang nempel,” kata Obah Oyot pada nenek.
Obah Oyot adalah sepupu dari kakek Tika. Usianya lebih dari 80 tahun.
“Minta tolong diobatin abah?” kata nenek. “Dia mulai begini setelah pulang PKL,” tambah nenek.
Abah mengangguk namun tak bicara. Ia kemudian bergerak ke dapur.
Tak sampai 10 menit, Abah Oyot keluar dengan segelas air putih di tangannya. Ada juga air ramuan daun dalam mangkuk kecil.
Tika tak tahu apa itu. Namun, air perasan daun itu kemudian diteteskan Obah Oyot ke matanya.
“Dah sembuh. In syaa Allah sehat,” kata Abah Oyot setelah Tika meminum segelas air putih yang disodorkan padanya.
Hari-hari setelah kepulangan dari rumah Abah Oyot, kesehatan Tika mulai berangsur normal. Ia kembali bugar seperti sebelumnya.
**
Suatu hari, sebulan lewat 10 hari setelah masa PKL usai, seorang pria tiba-tiba datang di rumah Tika. Dan Tika mengenal pria itu sebagai waiters yang bekerja di hotel xx.
“Eh Mas Danu.. kok bisa tau rumah Tika?” katanya.
Danu tersenyum. “Ada yang ngasih tau. Gak boleh ya?” katanya.
“Memang gak boleh sih. Tapi mamas dah terlanjur kesini,” katanya sambil tersenyum.
Danu tersenyum lagi.
“Saya ingin menceritakan sesuatu pada kamu. Tapi saya takut cerita ini akan melebar kemana-mana. Saya tak ingin dipecat. Nanti anak-anak saya makan apa,” katanya usai berbasa-basi.
Tika tampak serius. Ia berkeyakinan pria itu akan menceritakan soal misteri kamar.
Ia sebenarnya sudah malas mengingat hal itu lagi. Tapi tak ada salahnya untuk tahu siapa sosok yang menggangunya.
“Gak kok mas. Tika gak akan ceritakan pada siapa pun soal ini. Buktinya kemarin pas pingsan, Tika gak cerita-cerita kan kalo Tika diganggu sosok perempuan,” katanya.
Danu mengangguk. Ia seperti paham kenapa Tika mendadak kehilangan kesadaran saat di kitchen waktu itu.
“Tapi minta tolong, jangan ceritakan ini pada siapa pun,” katanya lagi.
Tika mengangguk.
**
Belum lama hotel beroperasi, terjadi kejadian kriminal di kamar itu. Seorang wanita muda berwajah cantik ditemukan tewas dengan luka cekikan di leher.
Semula polisi mengalami kesulitan. Karena tak ditemukan identitas pengenal di dalam kamar. Diduga semua dibawa oleh pria yang membunuhnya.
Saat chek in sehari sebelumnya, wanita muda itu diketahui datang bersama seorang pria yang usianya berkisar antara 35 sampai 40 tahunan. Dan pria itu menghilang setelah geger penemuan mayat di kamar hotel.
Anehnya, polisi tak mendapatkan jejak digital sosok pelaku.
Investigasi penyidik, wanita itu diketahui bernama Santi. Merupakan seorang mahasiswi sebuah universitas di kota itu.
Hasil penelusuran polisi dengan bantuan forensik diketahui jika wanita cantik itu ternyata dalam kondisi hamil. Dan ia dibunuh diduga karena sang pacar tak sanggup bertanggungjawab pada kehamilannya.
“Sejak kejadian itu, kamar itu menjadi angker. Setiap pengunjung yang chek in selalu mengeluh, diganggu penampakan sosok perempuan berambut panjang sepinggang,” kata Danu pada Tika.
Karena itu, terus Danu, manajemen hotel kemudian memutuskan untuk menonaktifkan kamar itu. “Kamar itu terlarang. Entah sampai kapan,” katanya lagi.
Setelah kamar dinonaktifkan, tidak serta merta sosok hantu perempuan itu berhenti bikin ulah.
“Sejumlah karyawan juga pernah diganggu. Termasuk saya yang paling sering. Sebab, saya memang agak bisa melihat yang begitu itu dari kecil,” ungkapnya.
Kata Danu, Mbak Wulan sudah melakukan berbagai upaya untuk membuat sosok perempuan itu pergi. Namun upaya itu selalu kandas.
“Yang datang mau ngusir malah kerasukan,’ katanya.
“Sejak saat itu Mbak Wulan cuek. Dia kayaknya udah kehabisan akal,” jelasnya.
“Kami pun malas masuk ke sana kalau tidak terpaksa sekali,” lanjutnya.
**

GIPHY App Key not set. Please check settings